Minggu, 16 Desember 2007

Cerpen Grace O' Nelwan: "Master of The Art of Loosing"

(Dari sebuah email kepada Charly)

Hi, there Charly

I tried to call you, didn’t get through.

You’re number blocked. Mungkin kamu benar-benar ingin menendang aku dari kehidupanmu. That is ok.

Aku sudah terlalu terbiasa dengan kehilangan dan penolakan. Elizabeth Bishop benar, bahwa “The Art of Losing isn’t hard to Master.” Dan aku adalah buktinya.

Kehilangan Daddy

Waktu berumur 7 tahun, aku kehilangan my Daddy.

I loved my Dad! And Dad loved me very-very much! I was dad’s little angle.

Then suddenly everything changed when Tante Lisa came to our life.

I saw war every day and all the UFO (you know, “the real piring terbang…”) flied all over the living room. Mom and Dad were fighting almost everyday. My home, used to be my sanctuary, became a war field. Tapi papi masih terus bilang “Ade, papi sayang sama ade, dan TIDAK AKAN ninggalin ade en mami.” I trusted him!.. Trusted him with all my heart. Hey… tak akan mungkinkan, Papi akan meninggalkan malaikat kecilnya???

But Dad had to make his decision. And you know what Charly? Papi memilih meninggalkan mami and I. He asked me to understand (tho’ I was too young to understand). Papi told me one day, “Ade, tante Lisa need papi. Papi harus tinggal dengan tante Lisa, but PAPI WILL ALWAYS LOVE YOU. Ade will always be papi’s little angel.”

Aku marah, kecewa, so…. Aku pakai my kid’s weapon!!! Aku merengek, menangis, berteriak. Aku pikir, dengan begitu, papi akan merasa kasihan dan WILL CHOSE TO STAY with mami en I. But I was wrong… air mataku tidak cukup kuat untuk menghalangi cinta papi dan Tante Lisa. Papi tetap pergi. Dia memilih menghancurkan hatiku dan Mami, supaya tante Lisa tidak merasa sakit hati. Dad Chose Tante Lisa Over His Little Angle.

(I miss him, but it wasn’t a disaster)

Kehilangan Fiance

Long time ago I always said to everyone, “Hidup sekali, mati sekali dan mencintai hanya sekali.” That was when I in love with “Fie”. He was my world, my life, my breath, my sunshine, my everything!!! Dan aku tahu, dia juga teramat sangat menyayangiku.

He was adorable, handsome and loveable. Tapi ketika jarak terbentang lebar diantara kami, dia berubah. Suatu hari dia menelponku dan berkata,” Gie, I love you; you will always be in my heart. It was the condition that makes us apart.” Dan beberapa bulan kemudian dia menikah dengan Brianna.

Aku kecewa dan marah!!! Sangat marah!... Aku coba senjata yang lain. Kali ini aku tidak menangis…. Tapi Aku mengancam dia, berteriak-teriak ditelpon, memaki dia… aku bahkan menyiksa diri sendiri dengan tidak makan berhari-hari… Tapi tetap saja… Aku kehilangan dia. He hurted me, supaya hati Brianna tidak hancur. “Fie” Chose Brianna Over “Gie”.

(Aku kecewa bertahun-tahun, but again, it was not a disaster)

Kehilangan Husband

Kemudian, aku bertemu dengan Bagaskara. He loved me. And I thought, aku sangat beruntung. Karena bukankah lebih baik dicintai daripada mencintai?

I said “YES’, when Bagaskara asked me to marry him. I told him that I can’t cook, can’t do ‘pekerjaan rumah tangga’. He was ok with that, and told me that he was looking for a wife and not looking for a pembantu rumah tangga. He was nice person, smart, mature, and kelihatannya setia. Walaupun aku tidak amat sangat mencintai dia… Aku rasa, that I can learn to love him because he was so sweet. And I did love him. But you know what? He cheated. Yah, dibalik tampang sucinya, dia selingkuh sebelum kami merayakan ulang tahun pertama pernikahan kami.

Aku capek kehilangan, so I didn’t want to lose him. Aku kecewa!! Tapi aku tak mau kehilangan lagi, apa senjataku? I had cried for Daddy, I’ve been marah-marah ke “Fie”… tapi tetap aja aku kehilangan mereka. Apa yang harus aku lakukan? Untuk tetap memiliki Bagaskara, aku tutup mata dengan semua perselingkuhannya. Aku tutup telinga kuat-kuat dan tak mau mendengarkan kata orang-orang tentang semua perempuan-perempuan yang menjadi selingkuhannya. Aku berusaha untuk tidak peduli! That was my lethal weapon; “Tidak Peduli”. Aku bertahan 12 tahun… Sampai Selvi, sahabatku merebut Bagaskara (dan senjatanya adalah ‘anak’; yah … seorang anak yang tidak bisa kuberikan pada Bagaskara). Dan seperti yang sudah-sudah… Bagaskara juga memilih menghancurkan hatiku, supaya hati Selvi tidak hancur. My Husband for 12 years Chose Selvi over His Wife.

(Hard… but none of these brought disasters)

Kehilangan kamu

When I met you, I was so happy. Aku bisa punya kaka and sahabat. Semua yang kuimpikan dari seorang kaka (kaka yang tak pernah kumiliki) ada padamu. Kamu baik, funny, care dan punya banyak cerita. Walau jarak kita sangat jauh (aku di Indonesia sedangkan kau di negeri bermusim 4), kita seakan begitu dekat dan melewati banyak waktu bersama. Shared sadness and happiness, berbagi cerita, berbagi mimpi dan berbagi cita-cita. Sahabat-sahabatmu menjadi sahabatku dan keluargaku menjadi keluargamu. Waktu aku mulai kehilanganmu- karena perempuan yang kau cintai tidak menyukai persahabatan kita- aku bingung sekaligus sedih. Senjata apa lagi yang kupunya untuk membuatmu tetap tinggal? Dan tetap menjadi kaka dan sahabatku. Apakah aku harus menangis? Marah-marah? Mengancam? Tidak perduli? Semuanya sudah pernah kucoba untuk membuat orang-orang yang kusayangi tidak meninggalkanku, but… Didn’t Work. Dan kini aku kehabisan senjata!! So… aku tidak mencoba untuk mempertahankamu lagi. Sekali lagi aku kehilangan. I lose a friend, a brother, a you, a Charly.

(But hey…. I am the MASTER of “The art of Losing”, remember??? So.. This is also not a disaster)

Hanya saja kadang aku heran dan bertanya pada diri sendiri,” mengapa aku cenderung kehilangan orang-orang yang aku cintai, dan orang-orang yang aku sayangi?” “What is wrong with me???” Apa ada yang salah, sehingga rasa-rasanya semua orang memilih untuk menghancurkan hatiku demi menjaga hati yang lain. But well, I learn my lesson. Yah aku belajar… Bahwa jangan pernah mengharapkan cinta tulus dari manusia. Only God loves me with unconditional love. God loves me always. Saat aku cantik, saat aku jelek, saat aku sakit, saat aku sehat, saat aku gendut saat, aku kurus. Ada saat aku marah ke Tuhan, merengek, merajuk, memaki… but ..amazing… God still loves me. Tuhan bahkan mencintai aku saat aku tidak mencintai-Nya dan disaat aku tak percaya bahwa Tuhan itu ada.

Mungkin ini akan menjadi email terakhirku padamu. Bukan karena aku marah, tapi karena aku menghargai pilihanmu. Charly, hidup adalah pilihan. Dan persahabatan, seperti juga macam-macam hubungan yang lain, adalah sebuah kesepakatan. Tidak ada kesepakatan diantara kita, karena ketika aku memilih untuk menjadi sahabatmu, engkau memilih untuk ‘kick me out of your life’. Dan karena kita adalah orang-orang merdeka, I respect your choice. Appreciate your decision. So, I’ll stop trying untuk membuatmu menerima aku jadi sahabatmu. Semoga kau selalu bahagia.

All the best for the future,

“The MASTER”