Sabtu, 15 Maret 2008

Puisi-puisi Huruwaty Manengkey: "Cahaya Tumbang, Lelah, Kepada Sesal, ..."

Cahaya tumbang

Ini kali langit menangis mengirit bengis

Ada apa dengan mega yang mencinta kelabu?

Bahkan malaikatpun henti menyanyi sekejap kerlip

Para penyair menua lalu puisi memburam

Ada apa dengan bumi yang mencinta matahari?

Rembulan pun tanggal, tak muncul lagi

Katakan padaku, dimana cahaya yang tak mencinta debu?

satu-satu rongsokan tanah liat tumbang

tiap bangkai hanya menyisa mimpi yang berlalu terdepak angin lalu



Lelah

Ada suara yang bergema, ”semua terlanjur menjelma lelah”

Bumi lelah menghitung rontok dedaunan disamping pendopo tua

Langit lelah menjumlah gemuruh di selubung mega

Air mata lelah menumpahkan aroma bebauan basi yang tak termakamkan

Dan,

Aku lelah mengukur luka yang lahir lewat matamu pada setiap rembulan buta

Katakan, apa yang terjadi pada matahari yang menangis?


Kepada sesal

Pergi engkau sirna lenyap

Lelaplah di balik gelap

Berkawan sepi, berjeruji sunyi

Nyanyikanlah nyinyir

Pun, jangan melagu sumbang undang kunang-kunang

Atau senyum goda gemintang

Mengapa melulu menetas malam?

Bakar saja pagi serupa dara

Bosan aku bercabul hitam

Sasar gila, berkandil kelam

Sesekali jenguklah mentari

Menari saja dengan pagi


Sajak Hari Ini

Hari ini,

Mentari muram

Awan kelam

Bunga-bunga layu sebelum mekar

Dengan sisa-sisa asa berbalut ragu

Kucoba berdiri tegak

Menanti seekor merpati

Terbang merendah membawa sekuntum cinta

Namun,

Yang ada hanyalah seekor elang

Yang siap memangsa anak ayam yang tak berpegangan

Langit berubah terang saat pagi menjelang

Namun kala mata terbuka

Tiba-tiba gelap merajalela

Lalu,

Dosa itu kembali mengintip di balik jendela..

Membawaku menikmati surga dunia..

Kukerahkan segala kuat yang ada

Namun ku tak mampu menepisnya

Akupun terjatuh dalam jurang kehampaan

Yang ada hanya sesal tak bertepi