Kurang lebih setahun sudah tak terdengar lagi sebuah laporan kegiatan berkesenian berupa kegiatan pementasan, diskusi ataupun informasi pembentukan dan pelestarian kembali kelompok seni (komunitas, sanggar, grup teater) yang ada di Sulut pasca dicanangkannya “Tahun Kebangkitan Sastra dan Budaya” yang dimulai dari tahun 2005 sebagai “Tahun perintisan” lahir dan berkembangnya generasi baru insan peteateran di Sulut.
Kemudian, tahun 2006 sekarang kembali lagi bergema semangat membangun dan melestarikan apa yang disebutkan diatas tentang Tahun Kebangkitan Sastra dan Budaya di Sulut. Yang dalam pada itu melahirkan kelompok seni baru di tanah Minahasa dengan nama TEATER CERMIN. Teater ini kemudin lahir atas menjawab bukti nyata atas sebuah pernyataan dari sebagian kawan yang tergabung dalam barisan Forum Independen Peduli Sastra Sulut (FIPS) seperti Grennhill G. Weol dan Fredy Sr. Wowor dalam beberapa pertemuan seni (lisan maupun tulisan) diberbagai kalangan yang menyebutkan bahwa “Sonder sudah lahir ! Wuwuk sudah lahir ! Koha sudah lahir ! dan Treman sudah lahir ! Mana dang tu Tondano ? Kawangkoan ? Langoan ? Amurang ? deng tu laeng-laeng ! Masih ada lei ... Ini merupakan sebuah ungkapan spirit (memotivasi) sekaligus menantang bukan dengan fisik (perkelahian) tetapi secara intelektual muda berkarya seni bagi sebuah kemajuan Sastra dan budaya di Sulut lebih khusus di Minahasa sebagai suatu usaha sadar “kembali ke rumah” (Mawale Movement) dan Teater Cermin yang berlokasi di SMA Negeri 2 Tondano tepatnya di kelurahan Tataaran-Patar Tondano Barat telah menjawab akan hal itu.
Berawal dari suatu pertemuan dan diskusi kecil yang terjadi antara penulis sendiri dengan seorang siswa SMA Negeri 2 Tondano bernama Iswadi Sual, dengan pokok pembicaraan adalah “Penulisan karya sastra dan pentas teater sedang melanda generasi muda di Sulut” membawa kita pada satu rumusan bersama mendiskusikan akan hal ini kearah yang lebih serius dan luas, dengan melibatkan banyak kalangan generasi muda Tondano terlebih khusus yang ada di SMA N 2 Tondano. Inilah yang kemudian menjadi sebuah awal dari kronologi pembangunan studi teater, dilanjutkan dengan menyajikan sebuah paket diskusi bertajuk “Peran Generasi Muda Terhadap Perkembangan Sastra dan Budaya di Sulut” yang dilaksanakan di gedung Serba Guna SMA Negeri 2 Tondano, pada hari jumat tanggal 10 Maret 2006. Dimulai dari pukul 10.30 wita sampai akhir jam sekolah cukup besar nilai responsibilitas anak-anak siswa SMA Negeri 2 Tondano dengan mengorbankan waktu dan kesempatan mengikuti diskusi tersebut tak kurang dari tiga jam duduk, mendengarkan dan terlibat langsung dalam seisen tanya-jawab dan performens art dari masing-masing kelas yang sudah terwakili dari kurang lebih 300 siswa-siswi yang ada di SMA N 2 Tondano. Acara ini pula tak lepas dari dukungan dari pimpinan sekolah dalam hal ini lewat bapak B. Mantiri. BA. sebagai kepala sekolah beserta beberapa guru dan pembina OSIS seperti Bpk. Drs. E. Masialu yang secara langsung ikut ambil bagian terlibat dalam menjadi moderator di diskusi tersebut. Diskusi ini di pimpin langsung oleh penulis sendiri dan di temani oleh dua rekan kerja seni yakni: saudara Ivan Susilo sebagai mahasiwa Bahasa Jepang FBS-UNIMA dan sebagai ketua Teater Ungu FBS UNIMA sekarang. Boy A. Liey sebagai mahasiswa Bahasa Inggris dan sebagai ketua KOSTON (Komunitas Sketerbord Tondano) sekaligus sebagai aktor di Teater Ungu.
Selanjutnya dari hasil diskusi seni sehari itu dikembangkan lagi ide dari sebagian siswa-siswi yang dengan sadar tidak berhenti terbatas hanya datang, duduk, diam dan pulang dengan tidak menyadari betul makna dari pada peranan generasi muda dalam memajukan sastra dan budaya serta peduli mengembangkan bakat serta kemampuannya di bidang seni sastra dan teater untuk di seriusi kedalam suatu ide pembentukan kelompok studi seni teater. Yang dari sebagian siswa tersebut kemudian di rumuskan bersama sebuah kelompok seni teater dengan menggunakan nama “Teater Cermin” SMA Negeri 2 Tondano di Tataaran.
Dari pembentukan kelompok teater cermin ini. Tak lama sesudah minggu kemudian dibuatlah suatu kegiatan dengan nama “Pelatihan Dasar I Teater Cermin” yang diberikan langsung materi umum dari penulis sendiri dan dibantu oleh seorang rekan kerja seni teater saudari Luedfine “Angga” Setiono dari Teater Perempuan Tondano yang dalam masa pembentukan sekaligus perwakilan dari anggota teater Ungu. Tujuan dari pada kegiatan ini adalah sebagai salah satu upaya untuk mempersiapkan pengetahuan dasar lewat materi tentang “Sejarah perkembangan teater di barat dan di Indonesia, teori Akting, Bloking, Olah Vokal (wirasa), Olah Tubuh (wiraga), Olah Sukma (wirama) dan Meditasi (penenangan dan penguasaan diri) dalam pentas teater. Acara ini dilaksanakan selama tiga hari tertanggal 16, 17 dan 19 Maret 2006, yang dibagi dalam dua bagian. Pertama: Pelaksanaan teori tanggal 16 – 17 Maret 2006, yang berlokasikan di SMA N 2 Tondano selang tiga jam sehari dimulai dari pukul 15.00 – 18.00 dan kedua: Pelaksanaan Praktek atau Uji mental/karakter dijalanan (Routh Shouw) pada tanggal 19 Maret 2006 yang berlokasikan di pusat kota Tondano ibu kot Minahasa Induk.
Selanjutnya, tidaklah cukup hanya dengan membentuk dan melaksanakan pelatihan dasar teater, tetapi juga dilakukan sebuah usaha untuk mengesahkan, meresmikan atau mendeklarasikan kelompok Teater baru ini dalam sebuah tatanan kemandirian dan kemajemukan kelompok teaternya yang telah dilaksanakannya deklrasi tersebut pada hari sabtu tanggal 25 Maret 2006 di gedung Serba Guna SMA N 2 Tondano. Dimulai pada pukul 15.00 wita dengan tiga acara pokok yang di suguhkan untuk memeriahkan kegiatan tersebut antara lain: Pertama diskusi terbuka bertemakan “Masa Depan Perteateran di Sulut” yang dibawakan oleh dua pemateri dari Fredy Wowor SS. sebagai budayawan, praktisi sastra, tokoh Teater Kronis dan penmbina Studio X Sonder, Green Weol SS. Sebagai budayawan, praktisi sastra, kordinator KONTRA (Komunitas Pekerja Sastra), Teater Bukit Hijau dan Teater Awan, Dengan memakan waktu kurang lebih satu jam kemudian disambung dengan sebuah pementasan teater dengan judul “Satu Sisi Dalam Aksi” karya naskah dan sutradara oleh penulis sendiri. Selanjutnya diakhiri dengan pembacaan struktur pengurus teater Cermin SMA N 2 Tondano dengan susunan porsenalia sebagai pengurus inti diketuai oleh Iswadi Sual, sekretaris Delima Panegoro dan Bedahara Laura Koyansouw dan sebagai kordinator – kordinator bidang seperti: Naskah dan kepelatihan oleh Vano Lalogiroth, Perlengkapan dan atministrasi oleh Brian Tinggogoy, Informasi dan komunikasi oleh Greis Hardin dan Produksi oleh Jeiny Maweikere serta seluruh anggota lain Teater Cermin adalah: Heven Karisoh, Mario Tambariki, Angelina Turang, Debora Piri, Chindy Tololiu, Mrlina Lumowa, Susan Rumondor, Santha Manengkey dan Ingnasia Tumilantouw yang semuanya berjumlah 16 orang.
Dalam acara ini turut hadir pula dari perwakilan sekolah seperti bapak L. M. Rame S.Pd sebagai guru pendidikan seni dan Drs. E. Masialu sebagai guru bahasa Inggris di SMA N 2 Tondano serta turut hadir pula dalam peresmian / deklarasi tersebut adalah para undangan, simpatisan dan tokoh – tokoh seni seperti budayawan, sastrawan dan ketua dan anggota perwakilan dari kurang lebih 10 kelompok seni teater di Sulut, antara lain: KONTRA (Komunitas Pekerja Sastra), Teater Bukit Hijau, Teater kronis, KOSTON (Komunitas Sketerbord Tondano) dan anggota teater Ungu, Luedfine Angga Setiono sebagai pendiri Teater Perempuan Tondano dan anggota teater Ungu, Gina Angkow dari Sanggar Minahasa, Jelly Karundeng dari perwakilan dari Teater Ungu, Stelvy dan Tepi dari Teater Mezbah Malalayang dan penulis sendiri dari Sanggar Dodoku Wuwuk – MinSel.
Dari ketiga iven pembentukan dan pembangunan studi Teater Cermin SMA N 2 Tondano dapat dituliskan beberapa hal penting adalah: Pertama, sebuah pembentukan Teater Cermin Tondano bukanlah sebuah hasil yang instan, tetapi harus disadari bahwa itu memerlukan waktu dan usaha keras bagi kelancaran dan keberhasilan berkeseniannya. Kedua, Setiap organisasi yang terbentuk seperti kelompok studi Teater Cermin SMA N 2 Tondano yang adalah salah satu bagian sekolah yang memiliki infrasruktur bagi usaha untuk memberikan sumbangsih yang berguna bagi pembangunan generasi muda yang ber-Imtaq dan ber-Iptek dan bagi peningkatan harkat dan derajat hidup manusia. Ketiga, Peran serta dari pada seluruh aktifitas pekerja budaya harus mampu membangun peradaban berkesenian diderah untuk terus maju berjuang dan berkarya untuk tanah ini.
Sebagai penutup, diharapkan kehadiran kantong-kantong seni-budaya serupa Teater cermin ini hendaknya jangan hanya berakhir sebagai sebuah selebrasi belaka, namun harus eksis sebagai kelompok yang produktif dalam membentuk pribadi-pribadi muda yang memiliki wawasan luas dan giat berkarya dan mampu bersaing di kancah perteateran di Sulawesi Utara.
I Yayat U Santi!